Jazz Gunung merupakan salah satu acara favorit bagi para pecinta musik jazz yang ingin menikmati musik dengan cara yang berbeda. Pasalnya, melalui Jazz Gunung penonton bisa menikmati alunan musik jazz menyatu dengan suasana alam yang sejuk, dan panorama gunung yang sangat indah.
Sesuai dengan namanya, Jazz Gunung adalah pertunjukan musik jazz bertaraf internasional yang menampilkan aksi para musisi jazz di pegunungan. Bahkan, Jazz Gunung disebut-sebut sebagai pelopor diselenggarakannya festival musik di daerah pegunungan Indonesia.
Jazz Gunung menjadi pioner festival musik alam terbuka yang digagas oleh Sigit Pramono (Fotografer), Butet Kartaredjasa (Seniman Teater), dan mendiang Djaduk Ferianto (Aktor, Sutradara, dan Musisi) untuk meningkatkan apresiasi musik jazz etnik.
Alasan kuat yang mendasari mengapa festival musik ini digelar di atas gunung, tak lain sebagai bentuk mencintai alam Indonesia, dan sebagai salah satu simbol budaya asli Nusantara. Sehingga, Jazz Gunung berhasil dikenal menjadi salah satu festival seni budaya andalan pariwisata di Indonesia.
“Secara pribadi Jazz Gunung memang gabungan antara kedua hal yang saya sukai, suka memfoto lanskap gunung dan suka musik jazz sejak kecil. Saya pendengar jazz yang baik. Waktu itu terpikir, mengapa tidak menyelenggarakan konser musik dengan pemandangan gunung. Akhirnya dari situ bersama teman-teman membuat Jazz Gunung yang kami lakukan secara konsisten,” ucap Sigit Pramono salah seorang penggagas Jazz Gunung.
Jazz Gunung pertama kali digelar pada 2009 di Gunung Bromo. Perpaduan dari komposisi jazz bernuansa etnik, dengan keindahan alam pegunungan yang indah, menjadi salah satu alasan pertunjukan Jazz Gunung tidak pernah padam, meskipun sudah berlangsung lebih dari 10 tahun.
Rutin digelar di Amfiteater Jiwa Jawa Resort Bromo, Probolinggo, Jawa Timur, tepatnya di ketinggian 2.000 mdpl, Jazz Gunung tidak hanya sekadar menyuguhkan pertunjukan musik jazz sambil menikmati keindahan alam, penonton juga diajak belajar mencintai pemandangan alam pegunungan di Indonesia.
Selama masa pandemi, Jazz Gunung tetap sukses dilaksanakan pada 2020 lalu. Bahkan, kesuksesan “Jazz Gunung Series Hybrid Concert Ijen – Bromo 2020”, menjadi tolok ukur dalam melaksanakan pertunjukan musik di ruangan terbuka, yang menerapkan standar CHSE dan 3W (Wajib Tes Swab Antigen, Wajib memakai masker, serta Wajib menjaga jarak dan kebersihan), serta sudah melakukan vaksin minimal vaksin pertama.
“Selama mengadakan Jazz Gunung di tengah pandemi, kami selalu melakukan pengawasan berlapis. Kami juga memanfaatkan aplikasi Peduli Lindungi untuk memastikan bahwa semua penonton yang datang dalam keadaan yang aman. Kami juga tidak mau acara acara ini malah membuat klaster baru.
Jadi para kru yang terlibat, pemain musik, sound engineer, semuanya pasti sudah dalam keadaan aman. Pokoknya kami melakukan pengamanan berlapis, mulai dari tim internal kami hingga untuk penonton yang datang. Kami juga menyediakan tempat penanganan jika ada penonton yang datang dalam keadaan tidak sehat,” jelas Sigit Pramono lagi.
Kesuksesan ini pun berlanjut pada gelaran Jazz Gunung Bromo 2021, 25 September 2021 lalu, yang juga menerapkan protokol kesehatan sesuai CHSE dan 3W dengan sangat ketat. Bahkan, tes swab antigen bisa langsung dilakukan di tempat acara.
Menariknya lagi, para panitia juga membuat sebuah grup dalam aplikasi pesan yang digunakan untuk mempermudah proses check in ke dalam venue, validasi tiket, swab antigen, dan penempatan tempat duduk agar saling menjaga jarak satu sama lain.
Bahkan, penonton Jazz Gunung Bromo 2021 juga dipangkas sebanyak 85%, sebagai bentuk menaati protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat, seluruh penonton Jazz Gunung Bromo 2021 pun bisa menikmati alunan musik jazz dengan nyaman dan aman.
Meskipun dengan protokol kesehatan ketat, bukan berarti akan mengurangi keseruan acara musik jazz bertaraf internasional ini. Seperti pada gelaran sebelumnya, Jazz Gunung selalu menampilkan line up pengisi acara yang menarik-menarik.
Paling menarik, Jazz Gunung Bromo 2021 menjadi penampilan perdana dari duo gitaris Janapati (Dewa Budjana dan Tohpati). Dalam Jazz Gunung Bromo 2021, Janapati menampilkan komposisi full akustik yang direkam dengan menampilkan string orchestra, the Budapest Scoring Symphonic Orchestra and Czech Symphony Orchestra, bersama dengan Adhitya Pratama (bassist) dan Demas Narawangsa (drummer).
Selain itu, ada Dua Empat, dua pasangan gitaris jazz Alvin Ghazalie dan Misi Lesar, yang membawakan lagu orisinal dengan nuansa swing dan ballad pada gelaran Jazz Gunung Bromo 2021. Kemudian ada juga aksi dari Ring of Fire Project feat Fariz RM, The Jam’s (Yance Manusama dan Otty Jamalus), serta Surabaya Pahlawan Jazz.
Jazz Gunung tidak hanya digelar rutin di Gunung Bromo. Sejak 2016, Jazz Gunung telah “menginvasi” gunung lainnya, yakni Gunung Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur. Berlokasi di Banyuwangi, keunggulan Jazz Gunung Ijen adalah adanya latar belakang pemandangan sawah yang dikelilingi oleh patung penari Gandrung.
Sama seperti Jazz Gunung Bromo, Jazz Gunung Ijen menjadi salah satu festival seni di Banyuwangi yang berhasil memadukan budaya tradisional dengan unsur musik jazz. Keindahan pemandangan sawah yang luas, suasana yang asri, dan musik jazz yang merdu, menjadi perpaduan yang sangat komplet untuk dinikmati penonton.
Sayangnya, “Untuk Jazz Gunung Ijen, kemungkinan besar tidak bisa dilakukan tahun ini karena terkendala beberapa hal. Tapi, mungkin tahun depan akan coba diusahakan lagi untuk Jazz Gunung Ijen. Sayang sekali memang tidak bisa dilaksanakan. Namun, jika ada dukungan dari berbagai pihak lewat kolaborasi yang terjalin, sepertinya tidak ada yang tidak mungkin,” papar Sigit Pramono, menutup perbincangan.

Kementerian Pariwisata Republik Indonesia adalah kementerian negara yang membidangi urusan pariwisata.











Discussion about this post